Perihal (pilihan) gaya hidup

luxury-lifestyle

gambar pinjem dari sini

Beberapa waktu lalu, saya sempat ternganga-nganga liat tayangan infotainment yang mengekspose artis -mantan istri siri si raja dangdut itu, tuh- pamer tas harga 500 jeti lebih. Sungguh, pas liat tayangannya, saya langsung kesedak kertas tagihan cicilan rumah, haha. Oh my, 500 jeti untuk sebuah tas? Dengan duit segitu, saya bisa beli rumah di Buahbatu regency, loh. *teuteuupp rumah idaman dibawa-bawa* Eh, masih kurang sih sedikit, tapi sisanya bisa dikreditin, kan? *mental kreditur* πŸ˜†

Saya juga sempat terbelalak waktu denger cerita baginda raja tentang pengakuan salah seorang tamunya, ibu-ibu muda, yang terang-terangan mengaku tas yang dipakenya saat itu… NYICIL 12 bulan! Uhm, mudah-mudahan cicilan bunga nol persen ya, Bu.. πŸ˜† Ini salah satu bukti bahwa suami saya bisa diajak nggosipin eh, ngobrolin tentang apa saja, termasuk tas-tas branded yang harganya bikin lumanyun itu, ya? πŸ™‚

Nah kemaren saya baca jurnalnya sang blogger pujaan yang -seperti biasa- ditulis dengan sangat menawan disini dan jadi pengen ikutan curcol masalah gaya hidup sebagian masyarakat kita, di jaman yang makin abu-abu ini.

Salah seorang politisi dari partai biru (haha, iyes dong. Sesekali saya juga nonton berita politik, jangan cuma hossip-hossip artis aja, Seus. Rada intelek dikit, dong ah! πŸ˜† ) beberapa hari lalu mendadak jadi buah bibir dan dikritik pedas oleh para ulama, sebagian besar masyarakat (yang mungkin pelaku poligami?) karena ditengarai kalimatnya menjudge mereka-mereka pelaku poligami itu sebagai koruptor. Oh well, saya nggak perlu jelasin siapa yang benar siapa yang salah, karena kenyataannya si politisi ini juga berkilah kalimat yang dia lontarkan di depan media massa nggak se-vulgar itu. Hm, sounds familiar ya, kalo politisi ngeles? πŸ˜†

Cuma saya kok punya pemikiran gampil begini… Sampeyan pejabat negara. Misalnyaaa… misalnya gaji 20-30 juta. Anak 2 biji, kuliah di luar negeri, istri masuk sebagai anggota kehormatan club sosialita, trus sempat-sempatnya sampeyan punya ‘istri’ lagi : darimana uang yang dipake buat menafkahi ‘istri’ sampeyan itu..? Saya pribadi bukan penentang poligami, ya. CATET. Untuk yang muslim, ayat tentang poligami itu jelas-jelasΒ  ada di Al Qur’an

Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” [QS. An-Nisa’: 3].

Jadi inget, ketika ada kasus rumahtangga poligami yang rusak karena berberapa oknum yang tidak mampu berbuat adil, tidak boleh lantas menyalahkan poligaminya. Sebab banyak juga rumah tangga monogami yang berantakan. Wallahu a’lam

Sumber dari sini

Correct me if I’m wrong

Dari sekian banyak kasus korupsi yang terbongkar akhir-akhir ini, cobaaaa dilihat-lihat lagi, ternyata para (tersangka) koruptor itu suka menebar benih cinta dimana-manaaaa… Ada yang ke TEMEN ISTRI-nya, ada yang ke ANAK SMA, ada yang ke PENYANYI-PENYANYI DANGDUT… Aish! Bikin pusing! Eh, tapi kasusnya kok jadi lebih menarik karena ada embel-embel berbagi cinta ini, sih? πŸ˜†

Terus, kalo udah begini, siapa yang salah? Salah gue..? Temen-temen gue..? :mrgreen:

Salahkan GAYA HIDUP. Iya, dong. Cobaaaa, kalo hidupnya kayak saya: gaji-tunjangan sebulan habis cuma buat biaya daycare, bensin, sekolah A3, beli makanan, beli susu, sama… belanja di OLS. Mana adaaa duit sisa buat dipake macem-macem..? Huahaha…

Maksudnya, macem mana coba, kalo gaji cuma segitu-gitunya, terus masih iseng-iseng punya ‘istri’ (notice? dari awal kata istri saya pakein tanda petik, haha!) di luar istri resmi. Besar pasak daripada tiang, Jendraaalll…! πŸ˜†

Masalahnya, hukum soal ‘istri’ ini ribetnya juga sama kayak duluan mana: telor apa ayam. Duluan mana: permintaan apa penawaran? Duluan mana: suami iseng, apa cewek nganggur? :mrgreen:

Mohon maaf seandainya ada pelaku poligami yang baca jurnal gak jelas saya ini. Cuma tolong tanyakan lagi ke hati nurani terdalam deh, apa yang mendasari sampeyan mau dijadikan ‘istri’ ke-2? (atau ke-3? atau ke-4? Yang ke-5 dan seterusnya saya nggak mau komen.. πŸ˜† ) Cinta? Kasih sayang yang tak pernah didapatkan dari orangtua? Atau… faktor U..? Bukan umur, loh ya. πŸ˜‰

Saya kenal seorang teman yang hidupnya didedikasikan untuk menjadi ‘istri’ ke-2 seorang pejabat eselon (buat temen-temen internal affair saya, jangan tanya siapa orangnya! buat bahan gossip kalo kita kopdar nanti, yes? *memancing maut* πŸ˜† ) dan saya nggak salahin dia karena memilih jalan hidup seperti itu. Buat apa? Temen emang iya, tapi kan dia bukan sodara saya. Dia udah gede, eh tua, udah pasti tahu mana yang baik mana yang buruk. Kalo ternyata tingkat kebutuhan membutakan nuraninya, ya… salah gue? :mrgreen:

Yang mau saya kritisi, di jaman seperti ini, disaat para pejabat negara disorot kinerjanya, dicurigai harta kekayaannya sama KPK, nggak serem tuh, kalo ntar ditanyain duit buat nafkahin ‘istri’ keduanya darimana…? Hayooooo…?

By the way, suka keliatan nggak sih, bedanya orang yang tajir melintir sampe kepuntir-puntir dari sejak masih di perut ibunya, sama orang kaya nanggung yang ‘baru’ mulai kaya ketika umurnya masuk 40 atau 50 tahun? Oooh, setidaknya dia sempat kaya, Fit. πŸ˜† Beneran bedaaaaa…! Orang yang baru kaya (dan kekayaannya nanggung) itu biasanya suka teriak-teriak marahin pelayan restoran, lalu nyolot ke tukang parkir, lalu nyerobot sambil klakson-klakson dan ngasih lampu jauh di antrian ketika nyetir. Orang kaya dari sononya? Dibikin kesel sama orang, angkat pistol, dong! Dorrrr! Trus (katanya) ditangkap polisi, trus (katanya) diadili trus (katanya) udah masuk bui, trus beberapa tahun kemudian, nubrukin mobil mewahnya ke pagar rumah ‘istri’ keduanya, bareng ‘temen deket’nya yang sama-sama lagi teler. Hahaha… Yang ini baru hossip sosialita, yes? :mrgreen:

Anyway, soal gaya hidup ini juga jadi salah satu PR terberat saya sejak jadi ibu. Ya elah, dari tadi udah ngomong (sok) serius, ujung-ujungnya ngomongin masalah em(b)ak-em(b)ak lagi. πŸ˜†

Saya tahu, nggak ada satu pun orangtua yang mau anaknya hidup susah. Kepala jadi kaki, kaki jadi dengkul, dengkul jadi tangan, semua dipertaruhkan untuk menjamin masa depan mereka. Tapi.. hidup itu berputar. Katanya kayak roda ya? Ada kalanya di atas, ada saatnya musti dibawah. Inget nggak, sama mbak AS, politisi yang cantik-pinter-mantan putri-punya anak lucu-duit banyak- pokoknya semua orang sepakat hidupnya sempurna sebelum ditinggal meninggal suaminya, yang sekarang musti mendekam di dalam penjara puluhan tahun? Itu contoh nyata, ALLAH bisa membalikkan nasib seseorang, secepat DIA mau, sedramatisir apapun DIA ingin. Nggak, saya nggak mau membayangkan salah satu keturunan saya masuk bui gegara kasus korupsi *amit-amit ketuk2 meja* yang saya bayangkan adalah akan selalu ada kemungkinan terburuk, mereka hidup dalam kekurangan (secara ekonomi). Duh gusti Allah yang maha baik, boleh tetep ngotot, berkahi keturunan kami dengan rejeki yang baik, ya! (dan banyak, haha, teuteuppp.. πŸ™‚ )

Tapi jika memang itu yang jadi garis hidup mereka, saya cuma bisa berdo’a, semoga dikuatkan hati dan pikiran mereka untuk menjalaninya dalam keimanan dan keislaman yang kukuh, hingga berhasil melewatinya dengan baik.

Beberapa tahun lalu, salah seorang tetangga baik saya, sangat baik karena beliau sungguh ringan tangan membantu kesulitan tetangga-tetangga-nya sempat saya protes, karena membiarkan 2 anaknya yang waktu itu masih kelas 5 dan 6 SD,Β  BERJALAN KAKI dari rumah menuju jalan raya (which is sekitar 1 km aja, gitu) lalu lanjut NAIK ANGKOT ke sekolahnya, SETIAP HARI. Gila ya, mobil sama motor ada gitu loh, di rumah. Fasilitas jemputan sekolah juga kan ada. Ngapain nyiksa anak sendiri..?

” Karena sejatinya, manusia itu tidak perlu diajari caranya menjalani hidup senang. Menjalani hidup susah itu, yang nggak semua orang bisa…. “

Matek, akuuuu…!!!

Dan sejak saat itu, saya nggak segan-segan ngajak Andro-Aura naik angkot, nyobain naik bis (walopun tetep bis DAMRI yang AC, haha!), naik becak… (err, kalo yang satu ini macem piknik saja mereka, kesenengan! πŸ™‚ )

Aura sih naga-naga-nya tahan banting, ya. Doski nggak pernah ngeluh diajak panas-panasan jalan kaki atau ngangkot. Nah abangnya nih, yang perlu diajarin lebih keras. Moso’ ya, kapan itu pas diajak naik angkot, baru jalan sekian meter doski teriak dengan sangat keras (dan lalu diketawain orang seangkot):

“Bu, nyalain AC-nya, dooongg! Panas banget, iniiiii…!”

Zzzzz…..

Jadi, kecuali kita yakin bakalan mampu mewariskan harta benda yang nggak bakalan habis 7 turunan 8 tanjakan, boleh deh ya, dari sekarang dipikirkan bagaimana caranya supaya nanti anak-anak kita tahan banting jika memang harus menghadapi kerasnya hidup, kejamnya dunia. Yaa Allah, boleh ngotot lagi supaya anak keturunan saya nanti, tercukupi semua kebutuhannya? Dan mumpung ENGKAU masih mendengarkan, boleh saya tambahkan? Tercukupi semua kebutuhannya, terkabulkan semua keinginannya, terpenuhi semua mimpinya, DENGAN CARA YANG BAIK DAN HALAAL. Aamiin…

Udah, ah. Minggu pagi, nih. Dan ini adalah postingan pertama saya dari rumah. Thank GOD, akhirnya modem bisa diberdayakan maksimal, ternyata kartunya yang perlu diganti. Aish, dari dulu, kenapeee..? Sekarang udah hampir jam 7. Waktunya bersenang-senang! Apa? Oh, kerjaan rumah udah beres semua, dong. Cucian udah disikat habis semalem, rumah udah disapu, di pel-nya nanti aja -kalosempat- πŸ˜† Masak? Di hari libur? Ngapain? Makan di luar aja, kakaaaakkk..! Kalo kata neng Tyke, dont rich people difficult—> jangan kaya orang susah! Walopun beneran susah, bergaya hidup senang aja, deh. Apa susahnya, sih? :mrgreen: ,

Yuk ah, mau naik sepeda, kitaaaa.. Ada yang punya sepeda baruuuu…!

Aih, beli sepeda baru? Di tanggal tua? Bisa? Bisa dong! Kartu kredit kan dibuat untuk begaya di akhir bulan. Dibayarnya minggu depan pas gajian, kok.. err.. kalo ada sisa duitnya, ya. Oh, makan tuh, gaya hiduuupp! Huahaha…

Happy sunday, people! πŸ™‚

—> diralat: happy saturday, besok baru sunday, huahaha.. ini ngetik buru2 soalnya udah ditungguin tim goweser di depan rumah, sih… πŸ™‚