(Belajar) bertoleransi

Saya ini termasuk tipikal orang yang kemana-mana bawa mercon di saku. Nggak cocok dikit, lempar mercon. Dorrr!! Nggak suka dikit, lempar mercon. Dorr!! Nggak masuk di nalar saya dikit, lempar mercon. Dorr!! Haha, makan itu kaget! πŸ˜† Jadi harap maklum kalo kadang-kadang kalimat yang saya pake di blog ini nggak pake aturan tata bahasa yang santun nan menawan apalagi ilmiah. Em(b)ak-em(b)ak kurang kerjaan ini yang ngetiiiik..! πŸ˜€

Kapan itu, saya pernah secara esmoni keluar dari salah satu grup WA yang anggotanya temen-temen kuliah D3 jaman di Jakarta dulu. Penyebabnya simpel: saya nggak suka sama kalimat yang dipake oleh beberapa kawan saat mengomentari Ahmadinejad. Terlepas dari segala macam kontroversi Syiah-nya, di mata saya pribadi, sosok Ahmadinejad itu luar biasa karismatik. Jadi begitu ada komentar miring tentang dia, rasanya hati ini mangkel, banget dan saat itu langsung memutuskan untuk leave the group. Err.. tapi mangkelnya nggak lama-lama, kok. Seminggu kemudian sama admin nomer saya dimasukkin ke grup lagi, haha.

Sebenernya nih, saya cuma punya 1 kekurangan: sifat jelek saya BANYAK! Huahaha. Enggak, maksudnya begini. Saya ini kalo dibikin kesel orang, tanduk yang entah ada berapa biji itu, pasti keluar semua. Bukan cuma tanduk. Kadang, taring sama kuku beracun juga keluar. :mrgreen: Kadang, main hajar aja dulu, konsekuensinya pikir belakangan. Hahaha. Saya pernah tanpa pikir panjang batalin niat bungkus kado di Yogya Sunda gegara SPGnya juteeekkk minta ditujes, begitu keluar parkiran, baru deh bingung mau dibungkus dimana lagi, itu kado. Makan tuh esmoni, Fit! Huahaha. Jadi, kalo udah sebel, mending situ kasih saya space untuk minggir dulu buat nenangin diri, daripada kena amukan membabi buta saya. :mrgreen:

Untungnya, (teteuupp, orang Indonesia mah selalu bisa mengambil keuntungan dari sikon apapun, yes? πŸ˜† ) kebiasaan jelek itu diimbangi sama baiknya saya KALO dibaikin orang. Nggak percaya? Coba traktir saya sesekali. Pasti deh, traktiran itu akan saya anggap hutang SELAMANYA, dan cepat atau lambat, pasti akan saya lunasi, BERIKUT BUNGA-BUNGA-nya. Nggak percaya juga? Well, berarti kudu traktir saya sekali lagi! Haha. Becanda! πŸ™‚ Yang saya maksud, saya sedang berusaha menerapkan pola hidup sebagaimana dicontohkan Rasulullah, semasa Beliau hidup. Seperti apa? Simpel. Sesama muslim itu bersaudara. Intinya adalah bersikap adil dan tidak melakukan sesuatu kepada muslim lain kecuali apa yang ia sukai untuk diperlakukan kepada dirinya. Rincinya ada di artikel yang ini. Silakan ditelaah sendiri.

Makanya, buat saya, orang yang beragama Islam ya saudara saya. Mau dia golongan Suni, kek. Syiah, kek. Muhammadiyah, kek. NU, kek. Selama meyakini Allah SWT sebagai Tuhan, Nabi Muhammad sebagai rasul, Al Qur’an dan Hadist sebagai pedoman hidup, mengimani rukun Islam dan rukun Iman, buat saya udah cukup. Lah, ngapain pusing-pusing mikirin: dia pake celana di atas mata kaki, apa nggak? Pake cadar, apa nggak, miara jenggot, apa nggak, baca doa Qunut pas sholat Shubuh, apa nggak, gerak-gerakkin telunjuk waktu duduk tahyat, apa nggak… Sudahlah, jangan buang-buang energi mikirin hal yang begituan. Konsentrasi kepada perbaikan internal diri sendiri aja, Bung! Ngapain sibuk ngurusin akidah orang lain? Alih-alih sibuk ngurusin akidah orang, jangan-jangan kita lupa sama akhlak kita sendiri. Situ mau, masuk neraka? Kalo kata blogger pujaan saya, Tuhan menagih akidah kita DAN manusia menuntut akhlak kita. Betul, mbak Jee? πŸ˜‰

Trus bagaimana perlakuan kita kepada non muslim? Ada juga dong, aturannya. Banyak, silakan di gugling pake keyword “toleransi dalam Islam”. Favorit saya tentu saja surat Al Kafirun, ayat ke-6: Untuk-MU agamaMU, dan untukKU, agamaKU. Jelas banget kan, itu? You and I beda agama? Fine. Mari jalankan ajaran agama masing-masing, tidak saling mengganggu atau mempengaruhi, dan kita bisa jadi teman. πŸ™‚

Salah satu dari sekian banyak PR berat saya sebagai orangtua adalah mengenalkan kepada A3, bahwa hidup di dunia ini kita musti belajar menerima banyaaakkk sekali perbedaan. Dari mulai perbedaan pola pikir, gaya hidup, sampe kepada perbedaan prinsip dan keyakinan, atau secara sensitif disebut agama. Pendidikan agama sedini mungkin sudah pasti jadi tanggung jawab kami selaku orangtua, ya. Menjejali dan mendoktrinasi mereka dengan nilai-nilai agama yang kami yakini kebenarannya, udah pasti jadi beban yang lumayan berat terutama buat saya yang pengetahuan agamanya masih secetek ini. πŸ˜†

Tapi jangan sampe lupa, bahwa nantinya, mereka juga akan bertemu dengan orang lain yang ‘sama ngototnya’ (dalam artian yang positif-red) bahwa keyakinan mereka itu juga keyakinan yang paling benar. Dan tugas kami adalah mengajarkan para krucil, bagaimana caranya menyikapi perbedaan itu dengan se-bijak dan se-elegan mungkin. Cara memulainya? Dengan tidak mengkotak-kotakkan orang BERDASARKAN AGAMA, dong. Jadi sebisa mungkin menghindari istilah Si A, orang Islam. Si B, orang Kristen. Si C, orang Hindu, dan seterusnya. Mending dari sekarang mengenalkan mereka dengan istilah: Si A yang AGAMA-nya Islam. Atau si B, yang AGAMA-nya Kristen, dan seterusnya. Selain terdengar lebih ‘sopan’ harapan kami sih mereka mulai belajar, bahwa ketika mereka bertemu dengan orang yang ‘kurang baik’ jangan serta merta disangkutpautkan dengan agama-nya. Teroris kebanyakan muslim? Jangan salahkan Islam-nya, lah! Salahkan orangnya. Lah wong Islam itu rahmatan lil alamin, kok. Rahmat bagi seluruh alam semesta. Betul begitu, kan? πŸ™‚

Anak-anak saya juga harus tahu, bahwa benar, sesama muslim itu bersaudara. Tapi jangan lupa, ada banyaaakk sekali muslim yang menyakiti umat muslim lain. Menusuk dari belakang. Bermuka dua. Di depan senyum-senyum ke kita, di belakang berasyik masyuk ngomongin kejelekan kita. *curcol alert* πŸ˜† Dan bagai 2 sisi mata uang, di sisi yang lain, ada banyaaakk sekali non muslim, yang menyayangi kita seperti menyayangi saudara mereka sendiri. Saya punya teman beragama Kristen yang rajin sekali mengingatkan ketika waktunya sholat tiba saat kami sedang dalam berada perjalanan dinas. Saya juga punya temen beragama Katholik yang jelas-jelas ngamuk saat tahu ada temen muslim-nya yang ikut-ikutan minum minuman ber-alkohol. Toleransi? Saya sih menyebutnya begitu.. πŸ™‚

Beberapa minggu lalu, si mamak kece yang satu ini menghadiahi A3 buku-buku keren, dan… langsung takjub, karena diantara sekian banyak buku itu, terselip 1 buku yang mengajarkan anak-anak tentang indahnya Islam. Mendapat hadiah jilbab dari teman yang juga muslimah, udah pasti hati seneng. Tapi.. membayangkan seseorang beragama Nasrani, menyempatkan diri mencari buku yang jelas-jelas berada diluar keyakinannya sendiri, untuk kemudian dihadiahkan kepada anak orang lain? It’s really a W-O-W! Thanks ya, Mak. Mungkin biasa, buatmu. Tapi sungguh pelajaran yang sangat berharga buat kami. πŸ™‚

Si sulung, dengan buku 100 petualangan Islam. Kalo bukunya tebel begini, doski masih suka merengek manja minta dibacain. Haish! Nah terus adik-adikmu, siap yang bacain bukunya, bang? :D

Si sulung, dengan buku 100 petualangan Islam hadiah Tante Sondang. Kalo bukunya tebel macem begini, doski masih suka merengek manja minta dibacain. Haish!Β  Lah adik-adiknya kan masih minta jatah dibacain buku mereka juga. Trus apa kabarnya dong, jam tidur Ibu, nak..? *kretekin pinggang* πŸ˜€

”Tidak beriman salah seorang di antara kamu sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari-Muslim) – See more at: http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2009/07/19/361/sesama-muslim-bersaudara-lho/#sthash.IG82o9ag.dpuf
”Tidak beriman salah seorang di antara kamu sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari-Muslim) – See more at: http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2009/07/19/361/sesama-muslim-bersaudara-lho/#sthash.IG82o9ag.dpuf
”Tidak beriman salah seorang di antara kamu sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari-Muslim) – See more at: http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2009/07/19/361/sesama-muslim-bersaudara-lho/#sthash.IG82o9ag.dpuf

76 thoughts on “(Belajar) bertoleransi

  1. Karna dari kecil punya teman beda agama aku gak terlalu nganggep it’s a big deal. Malah heran pas pindah ke tempat yang mayoritas seagama koq masalah doa qunut aja dianggep masalah gede. Beda dikit langsung keluar kata2 gak enak. Padahal bukannya karna ada perbedaan itu malah jadi indah ya? Kalau gak cocok ya ngapain dipermasalahin, tokh yang ngejalanin bukan kita.
    *nyodorin nasi padang
    Mbak fiit..sini aku traktiiiirr πŸ˜€

    • Iya, kadang2 utk hal2 yang masih bisa ditolerir sekalipun, kok ya bisa jadi bahan perdebatan yg panjaaaang daaan laaamaaaaaaa… πŸ˜†
      Traktir nasi padang…. setahun ya, Ul? Kan kalo mau baik2in aku, jangan nanggung… hahaha…

  2. ah kekurangan kita sama mbaaakFit, hihihi :)))) *tutp muka pake apron menyusui*

    setuju mbak,soal ngajarin ke anak gak boleh mengkotakkan orang berdasarkan agama. Makanya, itu yang aku sm suami pikirkan ketika nanti nyekolahin Birru, di sekolah biasa aja, bukan yang bertitel SDIT, atau TKIT, dst. Belajar agama itu wajib, tp bisa manggil guru sendiri ke rumah. Bapak-ibunya juga dulu digituin sm the eyangs, hehehe.

    ngeri banget soalnya sm kondisi skrg, si ini pro A, si itu kontra B…pusing… 😦

  3. Mau dong bukunya Mak keceee!!!… salah fokus nih
    Setujuuu mbak.. udah gak jamannya lagi bahas si itu agamanya Islam, si anu kristen… tapi memang lebih ke bagaimana kita bersikap ke orang lain… Kalo secara agama bagus… tapi masih ngrasani orang lain ya samaa aja kan??…
    Ya ayo kita mulai dari diri kita… keluarga kita kemudian…

  4. Ahh, menarik banget Mba postingannya πŸ™‚ tapi takut ahhh, baginda ratu galakkk nanti aku ditujesss wkwkwkkwkw… ayo kejakarta Mba, aku traktir, daerah kostan aja yang murah meriah, klo aku ke bandung tapi traktirnya di resto ya *gak tau diri* *siap-siapdilemparmercon* hahahaha…..

  5. wow.. baca tulisan ini wow deh hehehe..

    Berhubung aku besar ditengah-tengah keluarga yang berbeda-beda agama, jadi aku udah terbiasa banget bertoleransi dr kecil.. mama ku seorang mualaf, dulu nya katolik, tante ada beberapa yang protestan, sama sekali ga ada masalah, makanya heran klo liat org2 yg ribet ngurusin agama org hehehe

  6. mbaaaa…paragraf 1-4 aku banget… keknya juga begono deh… hiks.. denger apa yg bikin kuping panas lgsg keluar tanduknya.. klo uda gitu, biasanya pasti nyesel… ini nih yg lagi dikurangi.. susah tapi mba…

  7. huahaha…ini aku banget. aku sih tipe yang bodo amat deh orang mau gimana. islam, kristen, budha, hindu, syiah, selama ga ganggu aku, aku pun ga akan mencampuri urusanmu.

    btw, galak ya mbak fit. hihi.. (padahal aslinya aku lebih galak lagi)

    • Galak itu nama tengahku, Vi. Semua orang yg kenal aku kayaknya setuju soal itu. Haha..
      Intinya ya itu tadi, kan? Bagimu agamamu, bagiku agamaku. Saling hormat, saling jaga, dan untuk hidup di dunia, itu sudah cukup. Ya, kan? πŸ™‚

  8. Mbak fitri ternyata impulsif ya sama kayaknya saya *lho*…
    Tapi soal toleransi saya yg notabene lahir dr keluarga yang serba multi dari suku dan agama pun masih terus belajar lho mbak itu td sifat impulsif dan to the point saya kadang2 sulit diterima jd saya harus pinter2 manage diri deh :D.. Smoga tujuan mbak fitri kepada A3 berhasil terwujud ya πŸ™‚

    • Impulsif DAN ekstrovert ya, Ra? Itu kadang2 jadi nilai plus.. ehm.. walopun banyakan minusnya, sih. Hihi…
      Ah, kayak Yeye ya, dirimu datang dari keluarga bhinneka tunggal ika juga. Seru, ya. Kalo kompak kan jadi keren, tuh! πŸ™‚
      Thanks doanya ya, Tiara… πŸ™‚

      • iya mbak ada plus minusnya, saya bisa ngerasain banget tuh kalo mau marah tp ga bisa marah, udah kesel tapi gak boleh dikeluarin padahal udah diujung lidah doooh ahahhaaa kalo saya pernah ngomelin kasir swalayan saking keselnya tiap kali belanja kembaliannya dikasih permen, ada malah minimart yang saya balikin lagi permennya suruh ganti duit seribu lumayan kan *tapi itu waktu kuliah sih masa2 masih sangat kere wkwkwk*

  9. 1000 jempol buat opininya mbak..
    kadang pusing juga lihat orang lain menilai pantas atau tidak nya masuk sorga orang lain, padahal yang pantas menilai Hanya yang di Atas… merasa “aliran”nya lah yang benar bla bla bla….
    padahal lia pernah merasakan berada dilingkungan yang Islamnya minoritas.. mereka respect, tidak menyinggung tentang berapa banyak ibadah kita…dll…
    Btw.. baca komen diatas yang mengatakan mbak galak.. lia idem.. ehh tepatnya mbak itu Berani mengatakan kebenaran.,,,. namanya aja Baginda Ratu :….. iya kan mbak.. heheheheh
    salam hangat mbak

  10. Tiap individu memeiliki kelebihan & kekurangan. Mengakui kekurang juga termasuk kelebihan. πŸ™‚
    Mengenai toleransi sy juga setuju banget, sebagai orang Islam saya malah berkeyakinan orang NU, Muhammadiyah, Persis, jika mereka menjalankan syari’at Islam dengan baik akan masuk Islam, walau ada perbedaan dalam menjalankan syari’atnya. Tapi kalu Syi’ah, Ahmadiyah sy menganggap lain πŸ™„ … tapi tetep toleransi sangat diperlukan.
    Salam.

  11. setuju banget tuh yang ngajarin anak tentang agama ini agama itu, bukan orang ini orang itu. setuju banget! πŸ™‚

    btw gua juga mau dong ditraktir. huahaha πŸ˜›

  12. baca paragraf2 awal…berasa ngaca deh πŸ˜›
    dan sukaaaa banget sama tulisannya πŸ™‚
    aku seneeeng anakku rukuuun dan bersahabat baik dengan teman2nya yang berbeda agama dan hanya terpisahkan saat pelajaran agama πŸ™‚ (dan itu semua terjadi dengan natural) karena dari kecil sahabatku juga berbeda agama dan kami rukun2 aja meski gak selalu (ya namanya juga anak kecil kan) satu hal yang terngiang2 di kepala dari Mr. Khan kan ajaran ibunya, bahwa di dunia ini cuma ada 2 macam manusia, orang baik dan orang yang jahat πŸ™‚

  13. hihihi kalo soal buku masih bisalah eyke dipercaya sikit sikit, kalo urusan beli jilbab baru sonooo pelototin ols sonooo.
    Salah seorang mamak temen Ephraim pernah blg alasannya kenapa dia masukin anaknya di sekolah kkrucils skrg (semua agama , suku dan beberapa bangsa juga ada), karena dia belajar dr pengalaman anak kakaknya yg bersekolah di sekolah dengan komunitas homogen jadi lebih tidak peka melihat keberagaman. Jadi setiap ada perbedaan dianggap ancaman. Tentu saja ini kembali ke ortu dan keluarga ya. Tapi aku suka kalimatnya, perbedaan itu kan indah, emang Tuhan yang ciptakan yes.Kalo Tuhan mau cuma seragam ya Dia kan Maha Pencipta bisa dong Dia ciptakan seragam.Tinggal kita yang hidup di dunia beragam ini pasang toleransi kan yak ihik.

    • Udah dipelototin kok, Mak. Cuma.. duitnya kurang, nih. Mau nambahin? *dilempar thesis* πŸ˜†
      Haha, tadinya kami juga mau masukkin Andro ke SD negeri loh, Mak. Biar makin heterogen temen2nya. Apadaya, SD negeri musti 7 tahun disini, huhuhu…
      Sekarang masukkin dia ke SDIT simply karena sekolahnya deket dari kantor (dan daycare) dan untuk agamanya udah pasti lah musti ngaku, orangtuanya ini terbatas banget ilmu (dan waktunya?) buat ngajarin dia. Jadi mau nggak mau musti minta bantuan pihak luar, yes? πŸ™‚
      Benerrr, kalo Tuhan mau, dari dulu saja DIA ciptakan manusia seragam ya, Mak. Ngapain repot2 dibikin majemuk model kayak sekarang, tho? πŸ™‚

  14. iiih aku gak percaya kalau dirimu baik setelah dibaikin, nraktir setelah ditraktir….
    aku dong dikasih oleh2 melulu padahal aku belum pernah ngasih oleh2.
    berarti dirimu memang baik tanpa harus dipancing. (ini muji2 bukan mancing ditraktir looh… tapi kalau mau dikirimin oleh2 lagi gak nolak kok,, suerrr….)
    tapi kalau mancing marahnya… huaa… takuuut… takut dilempar mercon πŸ˜€
    tentang toleransi kalau aku ke anak2 gini prinsipnya, kuatkan dulu aqidah anak2, dan secara otomatis ketika dia sudah paham agamanya dia akan bisa bertoleransi krn dia sudah merasa mantap. org yg gak bisa toleransi kayanya org yg gak mantap, atau merasa terancam oleh org yg berbeda, ya gak sih?
    dan perlu kuajarkan juga ke anak2 ttg beberapa aliran dlm islam yg gak bisa ditolelir krn masalah aqidah. selama dia berjudul islam ya syahadatnya begini, titik. tapi hubungan muamalah mah harus tetep baik ke siapa pun, aliran apa pun, agama apa pun. bukankah begitu yg dicontohkan rasulullah?
    kalau ttg tokoh yg beda aliran atau bahkan beda agama, tetep bisa dijadikan sumber inspirasi laah.. ya seperti contoh ttg ahmadinejad ituu… dia mo syiah kek aku sih bodo amat.. yg kujadikan conto sikap hidupnya yg bersahaja kok bukan akidahnya, ya kan..
    ih komenku kepanjangan deh.. jangan ditujes ya baginda….

    • mbak, tahukah engkau.. saat ini aku sedang menanam piutang sebanyak mungkin? Jadi tenaaaang, pada saatnya nanti, akan kutagih. Huahaha… *ngakak culas* :mrgreen:
      Nah, itu dia tuh maksudku persiiiiss sama kayak yang ditulis mbak Tituk. Jangan merasa diri yang paling benar, trus membabibuta nyalahin orang. Masalah akidah, biar ALLAH saja yang mengadili. Kita kan sebagai wayang cuma bisa melakoni peran kita sebaik yang kita bisa, yes? Jaga hubungan ke atas, jaga hubungan ke samping, juga hubungan ke bawah. Biar imbang, gituuuuu… πŸ™‚

      • haduh, ini lagi ikut2an. Nah sampeyan juga maksudnya apa cobaaaa.. ngasih2 buku ke A3, ngasih2 puding (yang ini emaknya nggak kebagian, huuuuu! πŸ˜† ) trus ngasih2 tuppie, kemaren bagi2 tas YANG AKU JUGA nggak kebagian… Hayooooo….! *yang nggak kebagian boleh juga ngiri* :mrgreen:

  15. Ahhhh dengernya so heartwarming. Dikasih buku tentang indahnya Islam oleh seorang Nasrani. The world is such a beautiful place, eh?
    Semoga makin banyak yah orang2 yang kayak kalian, gue setuju kalo toleransi agama itu penting banget dan memang harus diteruskan ke anak2. πŸ˜‰
    Ati2 kebakaran woyyy main mercon melulu. XD

    • yes indeed, May. The world is such a beautiful place.. πŸ™‚
      Mulai dari orangtuanya dulu, anak2 mudah2an niru dan meneruskan. Aamiin..
      Huahaha.. mercon cinta kok, iniiii… *rolling eyes* πŸ˜†

  16. Akuuuu…udah dapet oleh-oleh darimu padahal belum ketemu! Berarti kamu itu memang baik mbaak πŸ™‚

    Mbak, mercon tuh bukannya sebelum dinyalain harus dikasih api dulu ya? Berarti kamu ngantongin korek api juga ya mbak? *eaaaa, dibahas πŸ˜›

    Hihi, kalo Akhtar di sekolahnya udah dilabelin ‘muslim’ sama ‘ muslimah’ sama bu gurunya πŸ˜€ Dan di TPA memang mayoritas muslim sih. Jadi, aku masih belum ngajarin apa-apa tentang toleransi beragama ini πŸ˜€

    Ijin berguru ya kakaaak πŸ˜€

    • jangan salaaaahhh. Kutagih itu balesannya kalo kita ketemu suatu saat nantiiiii… *ngakak penuh perhitungan* πŸ˜†
      Nafasku kan bagai naga api, jadi… apa itu korek api? Tinggal wuuuzzzz…! *makin ngaco* πŸ˜€
      Berguru? Boleeehhh… berani bayar berapa? :mrgreen:

  17. karena tinggal di desa kecil, aku baru tau (dan bersinggungan) sm orang non muslim itu pas SMU mbak, dan beneran shock, dlm arti mereka pun manusia yang sama baiknya kok he he. Emang harus diajarin dr kecil soal beginian, semoga A3 sudah bisa mengerti dg baik ya.

    • samaaaa, Rin. Aku juga baru kenal sama non muslim setelah SMP, maklum tinggal di kampuang nun jauh di matooo… πŸ™‚
      Dan iyes, membuka mata banget, bahwa kita masih bisa kok, hidup berdampingan dan damai dengan mereka yang punya keyakinan beda sama kita, ya.. πŸ™‚

  18. mba fit….tatut galak bener tulisannya, tapi ga papa aku demen yang kaya gini, ceplas ceplos tapi ngena TOP DEH

    jadi inget waktu jaman smp punya geng *halah geng*, dan ada satu yang nonmuslim, kita kalo ngumpul seringnya main ke rumah dia waktu pulang sekolah, dan kalo waktunya sholat dia ngingetin sambil minjemin mukena, padahal dia ga pernah make itu mukena tapi menyediakan mukena buat temen2nya yang suka main.

  19. Mbaaa.. Kayaknya kalo ada razia petasan, mba fitri kena nih.. Lah, merconnya dibawa kemana-mana.. :))
    Tapi itu yg ngambek sama spg aku pernah (hmm.. Sering sih) juga loh.. Ngga jadi belanja gara2 spgnya jutek.. Trus nyesel, mesti cari dimana lagi barangnya..?-_-”
    Kenal & hidup sama orang2 yang menghargai perbedaan itu indah banget kan ya.. Tapi sayang, ngga semua orang bisa begitu… 😦

    • huahaha, itu dia Mut. Kebiasaanku banget deh, ngambek ke orang, misalnya tukang bungkus kado itu, trus belakangan baru deh pusing mikirin akibatnya. *rasain* hahaha…
      Ehm.. menurutku, orang2 yg nggak bisa menghargai perbedaan itu sih termasuk orang2 yg merugi, ya. Lah dunia ini justru jadi seru kok, dengan adanya perbedaan2. Apa kabarnya ada macem2 warna? Bayangin kalo semua-muanya warna putih atau item. Boseeennnn.. πŸ˜€

  20. kalau akuuuh… dari lahir udah berbeda agama sama bapak ibuku. jadi ya.. dari lahir udah belajar toleransi dari cara orang tuaku menoleransi. pernah ikut sekolah minggu pas pra SD awal. trus pas SD -di kampung- ya cuma ada satu pelajaran agama, ya ikutlah itu. Aku ngaji, bapak ibu membiarkan. Ya akhirnya banyaaak belajar.
    Teman sepermainanku sejak keciil ada yang Nasrani, Hindu, ada yang muslim dan ada yang penganut kepercayaan. Kami bermain bersama. Saling menghormati pas “hari Besar’ masing-masing. Malah saling menikmati ‘pesta’-nya. Pas SMA aku satu rumah kost 8 orang yang menganut 3 agama berbeda. Yah. Indonesia banget laaah… jadi kebawa sampai saat ini. aku percaya bahwa semua manusia dari manapun agama apapun dapat hidup berdampingan -asalkan mereka mau-. Karena manusia satu Pencipta, pastilah banyak kesamaan. Ya bekerjasamalah dalam hal yang disepakati dan saling menghormati di hal yang belum / tidak disepakati. *udah ah takut keburu dilempar mercon, kalau mau cerita soal ngajarin ke anak*

  21. Setuju mbak… Sesama muslim itu bersodara, ga usah sibuk urus akidah org, kebetulan di keluarga aku jg ada yg beda agama so far kta sama2 pny toleran yg gede. Aya yg suka nanya2 sih knp itu agamanya bukan islam, knp kok rayain agamanya ini itu.. Wah byk mbak.. Jd pas aya suka nanya2 ttg agama ya skalian aku masukin akidah dan toleran jg terhadap agama lain, termasuk menjaga lidah spy ga sembarang bahas agama dpn org lain hihihi… Ttg “bagimu agamamu, bagiku agamaku” .itu aku pegang teguh jg lhoo.., jd bagi aku, ucapin selamat hari raya buat agama lain,itu gk masalah … Sejauh hanya untuk toleran dlm beragama saja bukan brarti kita ikut merayakan, indonesia ini suku, agama ras nya bermacam2, tugas kita jg lah menjaga perdamaian, ya kan mbak? Hehehe…

    • Ngomongin hal serius macem ini ke anak2 PR banget, ya? Secara milih kalimatnya itu kan musti hati2. Belum lagi kalo mereka tetiba nyeletuk nanya ini itu yang susah diterangin jawabannya. *pening* Hahaha…

  22. Ribet dah kalo udah urusan kepercayaan.
    Salut sama Baginda Ratu ttg gimana cara ngajarin perbedaan ke anak.
    Patut dicontoh…

  23. Rafa sejak PG sampai kelas 3SD, belajar di sekolah Islam.

    Begitu kelas 4SD pindah ke sekolah umum, duweerrr kaget dengan keberagaman di depan matanya.

    Sampai setiap kenalan dengan teman baru selalu tanya “agama kamu apa?”

    Soalnya dia takjub bahwa ada temannya yang beragama Budha. Dia pikir pemeluk agama Budha hanya ada di Thailand, dimana Rafa pernah ke salah satu kuil di sana.

    Alhamdulillah karena tumbuh di rumah tangga yang beda agama antara bokap dan nyokap, rasa toleransi gw udah terasah dari kecil walau sampe skrg masih harus terus belajar.

    semoga anak2 kita bisa memiliki toleransi terhadap setiap umat manusia yang ditemui dalam hidupnya.

    Seperti kata pak Nelson Mandela (may he rest in peace):
    “No one is born hating another person because of the color of his skin, or his background or his religion.”

  24. INI SUPER.. SUPER SEKALIIIIII.. AAAKKK SUKAAAA~~~~
    duh mba, jangan sering2 poting kaya gini, ntar dikontak metro tv gantiin mario teguh piye? hahahahahahahaha :))

    Liat komennya mbakDe aku jadi brubah haluan deh, nanti anakku tak skolahin di SD negeri aja, campur campur gitu biar terjun langsung belajar bertoleransi, tapi hati ini kok masih ciut yaaa hahahahahaha..

    • hiyaaahhh, Feniiii.. bajuku makin sempiiiitttt…! πŸ˜†
      Emang bener kata De, makin cepet ngenalin para bocah sama keragaman, makin bagus dampaknya buat mereka. Eh, sekolah umum kan nggak harus negeri. Bisaaaa langsung ke international school kayak mas Rafa gituuuu. Hahaha—-> ngakak perih aku nggak ada duitnya πŸ˜†

Leave a reply to Baginda Ratu Cancel reply