Mahaguru kehidupan

Dulu, di beberapa infotainment, saya melihat betapa hebatnya perjuangan Dewi Yull membesarkan Gischa, anak perempuannya yang tuna rungu. Saya terkagum-kagum dengan kebesaran hati Dewi Yull mengasuh, mendidik dan membesarkan Gischa (dan maaf ya, saya sempat mengutuk suaminya yang kawin lagi itu! 😆 ) hingga kemudian Gischa menikah, mempunyai anak, dan lalu di usianya yang masih relatif muda, dipanggil ke pangkuan ALLAH SWT. Dalam beberapa kesempatan, Dewi Yull selalu bilang, Gischa adalah mahaguru kehidupannya. Orang yang mengajarkan banyak hal mengenai ketabahan, ketahanan dan kesabaran yang tak terbatas. Meskipun ikut terharu, tapi dulu, saya masih meraba-raba apa yang sebenarnya dimaksud Dewi Yull, dan baru mengerti sepenuhnya, ketika the krucils kami lahir.

Seperti yang sudah pernah saya bilang, Andro, si sulung kami adalah pelopor. Nyaris semua yang dia lakukan udah pasti ditiru adik-adiknya. Dengan begitu, dalam rangka menjaga supaya suara orangtua selalu dalam level ‘aman’ dan seisi rumah tenang tak kena imbas buruk, beban saya yang paling utama memang mengarahkan dia untuk selalu berada di jalur yang ‘benar’. Jalur yang benar disini artinya nggak bikin emaknya manyun, ngomel, merepet, atau bahkan yang paling parah, jejeritan histeris. Nggak perlu bikin ibunya ketawa lah, (untuk kewajiban bikin ketawa ini lempar kepada bapaknya saja, haha!) nggak bikin alis ibunya makin nyureng aja, sudah cukup kok.

Ketika para juniors ‘berulah’ bikin kepala pening, sumpah deh, susahnya setengah mati menjaga supaya mata ini nggak TERLALU melotot. Dan berusaha sebisa mungkin ngomong dengan nada suara rendah kepada para bocah itu sambil mengatupkan rahang serapat-rapatnya supaya suara yang keluar nggak segahar halilintar, rasanya kok mustahil banget, ya… 😆

Pada Andro saya memang paling sering ngomel ngasih pengertian, bahwa selain harus ngantor setiap hari, saya juga harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menjaga rumah selalu bersih, mencuci piring, baju, menyetrika, memasak, dan lain sebagainya. Harapannya tentu biar supaya dia mikir-mikir lagi deh, kalo mau main di tempat yang kotor, atau paling tidak, mikir ulang waktu mau berantakin semua mainannya. Harapan tertingginya sudah pasti biar adik-adiknya ngikut tertib juga, dong. Kapanan biar sekali tepuk, 2-3 anak nurut, yes? 🙂 Trus tanggapan Andro kalo dikasih tahu? Cengar cengir doang, as usual, dengan bahasa tubuh tak meyakinkan yang bikin ibunya makin gemes; omongan saya yang lebih menyerupai repetan itu dimasukkin ke dalam telinga nggak, sih? Jadi, ketika suatu hari dengan inisiatif sendiri dia mengepel lantai karena saya ngomel gegara ada minuman yang tumpah, saya cukup terharu. Lupakan saja kenyataan bahwasanya proses mengepel itu harus saya ulang, namanya juga anak kelas 2 SD, ngepel lantai ya cuma bisa srak srek-srak srek doang, asal lantai basah. 😆

Lain Andro, lain adiknya. Kapan itu, ketika saya sedang baringan di atas kasur melepas penat, si tengah Aura dengan takut-takut menunjukkan bajunya yang basah setelah gosok gigi dan minta ijin untuk menggantinya dengan yang baru. Doski memang paling nggak betah dengan baju basah, walopun basahnya cuma dikiiiiitt banget. Iya, deh. Salahkan emaknya ini, yang masih belum bisa lepas dari kebiasaan ngomel kalo ada salah satu krucil yang mainan air dan membuat baju basah (karena baju basah kan ekuivalen dengan tambahan cucian dan setrikaan, yes?) Tapi melihat mukanya yang ketakutan setengah mati melaporkan bajunya yang basah itu, tetiba hati saya pedih, sekali.

Duh, Nduk… Ibu memang galak to the max, tapi melihatmu takut bicara pada Ibu, rasa-rasanya kok hati ini patah sekali, ya... 😥

Yang paling juara bikin hati saya jumpalitan tentu saja, si bontot Amartha. Dia ini kan SEPERTI IBUNYA (lebih aman langsung ngaku, daripada bingung mau nunjuk mirip siapa 😆 )  keras kepala hati sekali. Kalo maunya A, ya A. Mau B, ya B. Susaaaahhh banget dibelokkin. Bisa sih, dibelokkin. Tapi prosesnya lamaaaaa dan panjaaanggg..! Choki-choki doang sih lewat, dah! 😆 Dan begitu berhadapan dengan ibunya, udah pasti kenceng banget benturannya. Keras ketemu keras, gitu loh! :mrgreen: Tapi begitu selesai ‘berantem’ dan semua sudah diklarifikasi sampe tuntas, dia akan lari secepat kilat ke dalam pelukan saya sambil teriak kegirangan: “Ibu udah nggak marah lagiiii…!” Dan binar di matanya yang seneng itu otomatis melunturkan semua kesel yang tadinya numpuk di dalam hati emaknya. 😀

Di blog ini saya sering banget ngeluh, bahwasanya segala sesuatu yang musti pake embel-embel kesabaran jelas-jelas bukan pilihan saya. Tapi begitu jadi seorang ibu, justru kesabaran itu kan, yang jadi harga mati? Sungguh, saya nggak berkeberatan sama sekali ngerjain kerjaan rumah yang serasa tak ada ujung pangkalnya dan bikin tulang serasa rontok ketika malam hari akhirnya tiba saat untuk beristirahat itu. Saya juga nggak berkeberatan, mengerjakan bertumpuk-tumpuk berkas dari bu Jendral dan dikejar-kejar jatuh tempo yang mefffffeeettt! Tapi, berjibaku dengan masalah yang memerlukan stok sabar berlapis-lapis, rasanya saya pengen langsung menyerah kalah saja, deh. 😦 *payah*

Beberapa hari lalu, selesai beberes urusan domestik, saya leyeh-leyeh di kursi depan TV sambil megang si tablet kesayangan, lalu balesin email-email yang masuk. Tiba-tiba si bontot saya yang lagi main mobil-mobilan manggil-manggil:

“Bu.. Ibu…”

” Ya, sayang…”

Saya masih asyik dengan tablet saya. Online, niiiihhh..! 😆

” Bu, ibuuu…! “ suaranya makin keras.

“Ya, dik.. kenapa..?”

Saya cuma nengok sebentar, memastikan dia nggak kenapa-kenapa, lalu lanjut ketak ketik di tablet saya.

” Bu, Ibu FITRIIIII…!!!”

Hahhh…! Kaget banget, deh! Itu kali pertamanya si bocah 2 tahun 10 bulan itu manggil nama gadis ibunya di belakang embel-embel panggilan Ibu. Reaksi saya waktu itu ngakak gemes gimana, gitu. Lah manggilnya serius macem ngasih ibunya duit sekoper aja, nggak tahunya ‘cuma’ pengen ngasih liat ban mobil-mobilannya yang katanya kena ‘polisi tidur’ Zzzzz….

Tapi kemudian saya berfikir: sampai kapan ya, para bocah itu memanggil saya hanya demi mendapat sedikiiiiittt saja perhatian saya? Sampai kapan mereka akan minta bantuan saya untuk menuangkan susu ke dalam gelas, mengambilkan sereal, membantu mandi dan memakai baju, membacakan buku cerita, menyuapi makan, mengambilkan air minum, menemani bermain peran, memberitahu dengan bangga, betapa bagusnya coretan krayon mereka di dinding rumah (???) dan segala printilan kecil yang kalo  saya pikir-pikir: apa sih menariknyaaaa…?

Salah satu blogger favorit saya, Jihan Davincka pernah menulis dengan sangat indah di postingannya yang ini dan di bawah saya copas beberapa kalimat favorit saya.

Ijin ya, mbak Jihan. Dirimu kan baik, cantik lagi.. *bantuin benerin poni* 😆

I won’t always cry ‘mommy’ when you leave the room,
and my supermarket tantrums will end too soon.
I won’t always wake, daddy, for cuddles through the night,
and one day you’ll miss having a chocolate face to wipe.
You won’t always wake to find my foot kicking you out of bed,
Or find me sideways on your pillow where you want to lay your head.
You won’t always have to carry me in asleep from the car,
Or piggy back me down the road when my legs can’t walk that far.
so cherish every cuddle, remember them all.
Because one day, mommy, I won’t be this small.

***

Jihan doesn’t know who the author is, but she (and I) do love this poem.

We need to remember to love this stage of life, saat mereka masih kecil dan segala yang mereka lakukan seringnya terasa sebagai beban semata. As challenging as it may be, dont worry because one day, they won’t be this small.

Takkan lama waktunya saat kita yang terduduk memandangi foto-foto kecil mereka, berharap mereka akan berlari ke pelukan kita setiap saat. Meminta waktu menerbangkan kita ke masa lalu. Kembali ke masa kecil mereka. 

source: Jihan’s blog

14 Juli 2013 @ Rumah Sosis: lagi puasa, dan demi mereka, bapak ibunya rela menembus kemacetan Setiabudi, ngeliatin mereka main ini itu 2 jam lebih, dan lalu dengan enak makan sosis dan es teh manis. Glekkkk....

14 Juli 2013 @ Rumah Sosis: bulan puasa, tapi demi mereka -3 mahaguru kehidupan kami- bapak ibunya ini rela dong, menembus kemacetan Setiabudi, ngeliatin mereka main ini itu 2 jam lebih, lalu dengan enaknya makan sosis dan es teh manis. Glekkkk….

Oke, oke… jadi intinya harus lebih banyak latihan bersabar kan, ya?

Baiklaaaaah. Mari dicoba-coba lagi, kakaaakkk…! 😆

Oh, tapi.. buat yang merasa hidupnya saat ini  sedang beraaaaatttt, cobain deh, ajak 3 energizer bunny ini untuk tertib tidur di kamar mereka sendiri dan berhenti ngerecoki bapak ibunya yang jam 11 malem (???) udah teler berat pengen pacaran istirahat. Hahaha, curcol nih, yeeee…? :mrgreen:

51 thoughts on “Mahaguru kehidupan

  1. Huwooooo…your a kewl mommy. Dan setiap ibu didunia ini sangatlah keren.
    Sampai saat ini saya masih tinggal dengan orang tua, dan sampai saat ini juga mama masih setia meladeni saya untuk urusan rumah tangga.

    Mama saya SUPER MEGA ULTRA KEREN..begitu juga dengan mama mama diseluruh dunia.
    Semoga saya juga bisa jadi mama yang baik buat anak saya (nanti).

    Keep the spirit on fire SUPER MEGA ULTRA MOMMY.. 🙂

    • hahaha… betuuullll…! 🙂
      BTW, baru sekarang ya, masukkin link blognya bener, mbak? Dari komen2 yg lalu, link blogmu kan nggak ada…. Barusan ngintip sebentar, oh my GOD… itu Katy mukanya ketje abis, dah! 🙂

  2. Amartha sama kayak Fatah, Fit. Di apato itukan ada kebijakan internal gak boleh di dpn laptop dan pegang hpnklo dia masih bangun.

    Namun, kadang kebijakan ini dilanggar oleh 2 orang yang udah sepakat buat kebijakan ini.

    Klo si anak kicik itu ngelihat kita pegang hp atau si ayah di dpn komputer, pasti tuh narik-narik baju si ayah atau “ayaaahhh.. ayaaaahhh..” dengan muka di hadapan muka si ayah.

    Atau di lain waktu, kala ibunya perlu ngecek diskusi dan perlu ngelihatin hp mulai tuh si anak kicik “bu..bu..” sampai
    berulang kali hingga muka si ibu menengok ke dia.

    • Haha… toss ya, Fatah sama Amartha. 🙂
      Dan dari hal sekecil itu, aku suka ngerasa tertampar banget, loh Fe. Malu ih, sama anak sendiri..
      Kayaknya emang kalo anak2 kita ketemu, bakal pada curhat ya, ttg betapa ibunya suka sibuk sendiri sama urusan pribadinya sampe kadang lupa ada anak piyik yg masih butuh diperhatiin. Hahaha…

  3. hahahahahh ibu Fitriiiii liatin Artha dong, Buu… (Artha, tarik gadget Ibu, gih) ih padahal si Ibu nih nggak mau pake BB katanya takut menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh. *bantuin Artha tarik gadgetnya. Lalu jual*
    Eh tapi aku suka mikir kalo krucils pada ketemuan suka curhatin ortunya gak ya nanti.

    • Mak, tablet kan bukan BB… Huahahaha…
      Beli si tablet ini kan karena ada alasannya. Duluuuu pas awal2 beli sudah bertekad nggak akan pegang2 si tablet ini kalo the krucils belum pada tidur. Apa daya, makin kesini makin malem aja mereka tepar… huhuhu….
      Haha, kalo aku malah kepikiran, telinga mereka kayaknya udah kebal sama panas, secara tiap hari dijadikan bahan gossip sama emak2nya… :mrgreen:

  4. ibu fitri bu fitri.. ada termos es #eeehh

    ga enak tuh jg anak sulung, ga boleh melenceng, bontotnya pasti ngikut melenceng *derita anak sulung hahaha

    i love that poem too, sukak mewek bacanya 😦

    • haha.. ketahuan ya, Fey.. lahir di kisaran tahun berapa kamu, hapal sama iklan termos es…? 😆
      Haha, si anak sulung emang beraaatt bebannya. Tapi kan kenyang sama kasih sayang, limpahan cinta dan kenorakan2 orangtua pas masih pada jadi orangtua baru, Fey..? Hihihi…
      Aku udah pengen bingkai dan pajang ini puisi di depan kaca, buat nenangin diri kalo lagi spanneng sama tingkah para bocah itu.. haha…

  5. huhu kok aku jadi sedih ya baca postingan ini. Jadi inget semalem abis marahin azka gara2 gue lagi sakit gigi pengen tiduran di kamar. Tugas nyuapin makan gue kasih ke mbak nya. Dan azka pun nangis2 mau sama gue. Gue tetep kekeh suruh makan dan main di kamarnya sama si mbak :__( akhirnya ama gue juga sih, tapi setelah berantem panjang.

    Ini baru anak 1 lho hihi. Ga kebayang kalo gue jadi lo. Hebat ihhh…
    gue dari dulu sumbu sabar nya emang pendek banget. Apalagi setelah punya anak sering banget diuji nih tingkat kesabaran gue. DUh andai ada yang jual sumbu sabar..

    • *pukpuk Dhita*
      Eh, kabar2 ya, Dhit.. kalo udah nemu yg jual sumbu sabar…
      Sejak baca puisi ini, aku lumayan bisa nge-rem diri utk nahan2 sabar ngadepin para bocah itu, loh. Beneran, deh. Sampe kapan sih, mereka jadi ‘beban’ kita? Dan bukannya kita harus bangga ya, jadi satu2nya orang yg mereka cari2, BAHKAN ketika kita udah ngebentak dan ngomong keras sama mereka…? Mau sekasar apapun kita (eh, aku!) kok bisa ya, mereka cari kita lagi, cari kita lagi…
      Kebayang nggak, kalo kita dibentak (amit2, belon pernah sih) sama suami, misalnya? uuhhh, sakit hatinya bisa setahuuunnn…!

    • halo, Nada.. panggil Fitri aja, ah. Umur kita nggak beda jauh, kok. 🙂
      mau anak 1, 2, 3.. kayaknya story harian para bocah seru2 aja, deh.. yang penting ibunya rajin nginget2 dan.. posting di blog? hihihi…
      Nggak mampu buat anak sebanyak itu..? Bukannya usaha jalan terus..? 😆

  6. *aku baca tulisan ini udah dr kmrn tp baru sempet komen skrg. Apalah daya skrg bikin tulisan aja bisa sampe 2 ato 3 harian jd draft trs. Main tab dikit, “oweeeee” T.T

    Eniwei akupun punya ponakan umur 4 thn namanya Fatha, lagi crewet2nya suka nanya ini itu ya, semuaaa ditanyain, semuaaa dipamerin. Waktu itu aku lg main tab dan dia tiba2 dtg sambil manggil2 dan narik tanganku buat ditaro ke dadanya, ternyata cm buat nunjukin klo dia lagi cegukan hahaha. Dia seneng bgt pas liat aku ketawa.
    Hal sepele ky gt buat kita ternyata berarti besar y buat mereka…

    Eniwei tulisannya bagus mbaa, nambah lagi deh my daily reads 😀

    • oohhh.. Fatha, si gadis kecil yg centil itu ponakanmu ya, Fen. Haha, kalian kayaknya keluarga F, ya: Fenti, Faisal, dan Fatha. I wonder… kenapa Barra nggak dikasih nama yg inisialnya F, sih? Hahaha…
      Ish, tulisanku isinya curhat doang, Fen. Bagus sih, kalo dibacanya sambil…..merem. :mrgreen:
      Coba liat tuh, links di blog yg ku follow, aku belajar banyaaakkk banget dari mereka. Keep writing ya, Fen. Saya tahu, kamu punya banyak potensi yang masih bisa dieksplore, Nak.. *macem tutor kontes nyanyi aja* 😆

  7. Hahaha tadinya emang mau bgitu mba, tp pas cari2 di daftar nama islam gitu suamiku udah terlanjur naksir sama nama “Barra”. Kalo awalan F katanya kurang macho kalo buat cowo *padahal namanya sendiri dari F :p

    Siap laksanakenn mbae 😀 aku juga lagi smanget2nya nih ngeblog lagi, pengen pamer2in si kecil, trus banyak buibu yg rajin juga nulis soal parenting, jd aku banyak belajar dan dpt info2 dr situ. Tp ya kendalanya emang susah sih skrg karna ngasuh baby huhu

  8. “Takkan lama waktunya saat kita yang terduduk memandangi foto-foto kecil mereka, berharap mereka akan berlari ke pelukan kita setiap saat. Meminta waktu menerbangkan kita ke masa lalu. Kembali ke masa kecil mereka.”
    Ini udah kualami Bu Fitriii… Anak2ku kan  sudah pra remaja ya, jadi ada saat2 tertentu aku kangen masa kecil mereka, pengin kembali ke masa kecil mereka, dan memperbaiki banyaaak sekali kesalahan yg kulakukan, utamanya karena kekurangsabaran. Di usia mereka yg belasan skrg pun sebenarnya mereka tetap masih anak2.. Tapii.. Kenapa dulu bahkan di usia balita mereka sudah sering dituntut dewasa, ngerti dan nurut dengan ini itu yg ‘seharusnya’?
    Mudah-mudahan belajar dari penyesalan itu aku jd lebih sabar dan gak banyak menuntut thd Javas dan Jindra yg masih bayi2 ini 😀 (salah juga sih jd terkadang nganggap Javas tu msh kecil teruss, padahal skrg udah 4 th).

    • Mbak, jadi itu ya, salah satu alasan kenapa akhirnya lahir baby Jindra..? 😀
      Aku, percaya-nggak percaya, suka ngebayangin suatu hari kayak mbak Tituk gitu, loh. Pas Andro Aura abege, lahir yg ke-4. 😆
      Emang bener ya, akan datang masanya orangtua kangen dengan kelucuan anak2nya saat mereka kecil..? Ah, padahal kadang aku suka ngeluh, kapan sih mereka gede, biar nggak ngerepotiiiinnn…? Huhuhu, emak durhaka.. 😦
      Dan itu juga mungkin yg jadi jawaban, kenapa para eyang dan mbah bisa sayaaaanggg bgt sama cucu2nya, yes..? 🙂

  9. Ibu Fitriiii.. Bapak Farrel-nya ada? *eh beda fitri yaa?* 😛
    Haaaaah.. nanti aku sama si kunyil Mibe gitu juga ga yaaaa.. hmm..

    Kalo baca gini kok aku jadi inget ortuku yaaa.. as I’m going older, they are also going older too.. hiks hiks.. huaaaaaaaaa *mewek dipojokan*

    • huahaha.. kamu sempet nonton cinta fitri juga tho, Be..? 🙂
      Hiks, iya… suka lupa ya, sama betapa sudah (makin) tuanya orangtua kita. Sibuk sama kehidupan baru, mungkin..? jadi mereka sedikit terlupakan, ya? Ah, tenaaaanggg… kau pun tak sendiri, Be.. Mari mewek di pojokan bersama…

  10. begitu mampir ke blog ini terus baca postingan ini langsung intropeksi diri,, dihh baru punya satu anak aja ribet begindang,, liat mba yang 3 anak masih kerucil2 tanpa ART kok ya bisa hidup *lol :p salut banget deh sama ibu fitri,, super mom *ancungin 1000jempol* 😀
    semoga bisa lepas dari ART juga nih,, sayang uangnya kalo dikasih ke ART hahaha ketahuan pelitnya… salam kenal ibu fitri :))

    • haha, aku baru nyadar.. iya ya, udah 2 tahun hidup tanpa ART, ternyata kami masih BISA HIDUP.. ! 😆
      1000 jempolnya pinjem ke siapa lagi, Sell..? Hihihi..
      Aku suka kalimat yg terakhir. Betullll, kalo masih bisa dipake buat yg lain, ngapain duit dikasih ke ART, yes..? Huaha *welcome to the club of emak2 pedit* :mrgreen:
      Btw, salam kenal juga, Selly… 🙂

  11. bu Fitriiii….. bikin mewek aja sore2…..
    dan aku suka nyeseeeell kalo abis marahin Inot…. hik!

    dan masalah pak Ray itu, ih samaaa…..
    aku dulu pernah liat di infotemen gitu lha, mereka ini, pasangan ini menyimpan kain kafan gitu di lemari di bagian depan rumah, biar ingat mati katanya. Kukira mereka ini pasangan yang ya….begitulah…. tak taunya…. hik, suebelll aku sama mas ituuu….

    • bu Luluuuu…! Bukan cuma dirimu, kaliiii.. yang nyesel kalo abis marahin anak. Liat mereka satu2 pas tidur pules habis dimarahin, uuuh, rasanya hati ini mencelos, dan pengen gantung diri aja, deh… di bawah meja… 😆
      Oh, aku malah baru tahu mereka nyimpen kaftan bareng gitu. Huh, laki2 mah gitu, ya. Manis di depan doang. Nah di belakang? Manaaaa..? Manaaa…? *kok eike yg sewot?* 😆

  12. salam kenal, bu fitri… ternyata sama ya, kerepotan ngurus anak 3 dan kerjaan rmh tangga menyedot kesabaran kita. satu yg blm bs sy kurangi, ngomel dg nada tinggi stp anak berulah 😦 *nyesel* musti banyak belajar nih. tks ya, sudah mengingatkan klo waktu berlalu begitu cepat, ntar tau2 anak udah gede

  13. baru baca nih mbaa postinganmu yang ini dan huhuhu jadi keinget mamaku sendiri. memang bener ya seluruh orang tua terutama ibu itu punya kapasitas sabar yang superrrrr banyak, mau anaknya nakal senakal-nakalnya tapi tetep bisa bersikap baik lagi sama anaknya. dan baca komen yang dewi indriyani itu juga bikin aku angguk2 kepala, aku juga sekarang kerasa banget pas udah balik tinggal di rumah lagi, masih dilayani ini itu sama orang tua trus berasa kasih sayang orang tua ga akan pernah ada abisnya.

    i salute (all of) youuu, super mama in the world! 😉

Leave a reply to Baginda Ratu Cancel reply